Program Raskin
Latar Belakang
Tantangan
yang dihadapi Indonesia dalam memerangi kemiskinan dan kelaparan antara lain
angka kemiskinan baru berhasil diturunkan dari 16,66% pada tahun 2004 menjadi
12,5% pada tahun 2011, jumlah orang miskin sebesar 31,02 juta jiwa pada tahun
2010 masih cukup tinggi, tingkat pengangguran dipandang masih cukup tinggi, meskipun
telah berhasil diturunkan dari 11,24% pada tahun 2005 menjadi 6,56% pada bulan
Agustus 2011, jumlah daerah tertinggal yang tersebar di berbagai wilayah masih cukup
tinggi. Untuk menghadapi permasalahan tersebut maka Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) tahun 2012 mengusung tema Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi
yang inklusif dan berkeadilan bagi peningkatan Kesejahteraan Rakyat.
Pemerintah
Indonesia memberikan perhatian besar dalam menjaga stabilitas perberasan
nasional. Dalam 2 tahun terakhir, pengadaan stok beras dalam negeri yang
dilakukan Perum Bulog tidak mencapai target, sekalipun dilaporkan ada
peningkatan produksi beras. Namun Pemerintah konsisten menjaga stabilitas
ketahanan pangan dengan melakukan impor yang dialokasikan untuk stok pangan
nasional, diantaranya untuk memenuhi kebutuhan Program Raskin, bukan untuk
pasar bebas. Sejak krisis pangan pada tahun 1998, Pemerintah konsisten
memberikan perhatian terhadap pemenuhan hak atas pangan masyarakat yang
diimplementasikan melalui Operasi Pasar Khusus (OPK). Berbeda dengan pemberian
subsidi pangan sebelumnya, OPK memberikan subsidi beras secara targetted kepada
rumah tangga miskin dan rawan pangan. Pada tahun 2002 nama OPK diubah menjadi
Program Beras untuk Keluarga Miskin (Program Raskin) yang bertujuan untuk lebih
mempertajam sasaran penerima manfaat.
Tujuan
Tujuan
Program RASKIN adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran melalui
pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.
Sasaran
Sasaran
Program RASKIN Tahun 2012 adalah berkurangnya beban pengeluaran RTS berdasarkan
data PPLS-11 BPS dalam mencukupi kebutuhan pangan beras melalui pendistribusian
beras bersubsidi sebanyak 180 Kg/RTS/tahun atau setara dengan 15 kg/RTS/bulan
dengan harga tebus Rp1.600,00/kg netto di TD.
Dasar
Hukum :
1.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat.
2.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1996, tentang Pangan.
3.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
4.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.
5.
Undang-Undang No. 22 Tahun 2011, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara
(APBN) Tahun Anggaran 2012.
6.
Undang-Undang No. 18 Tahun 1986, tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 8
Tahun
1985.
7.
Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002, tentang Ketahanan Pangan.
8.
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003, tentang Pendirian Perusahaan Umum
(Perum)
BULOG.
9.
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
10.
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007, tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota.
11.
Peraturan Presiden RI No. 15 Tahun 2010, tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.
12.
Peraturan Presiden RI No. 29 Tahun 2011, tentang Rencana Kerja Pemerintah
Tahun
2012.
13.
Inpres No. 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan.
14.
Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri
No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
15.
Kepmenko Kesra No. 35 Tahun 2008 tentang Tim Koordinasi Raskin Pusat.
Program BLT
Latar Belakang
Pada
saat pemerintah menaikkan harga dasar BBM, kenaikan harga dapat mengakibatkan
harga kebutuhan pokok meningkat dan bagi masyarakat miskin dapat mengakibatkan
daya beli mereka semakin menurun, karena akan mengalami kesulitan untuk
beradaptasi dengan perkembangan harga di pasar. Warga masyarakat miskin akan
terkena dampak sosial semakin menurun taraf kesejahteraannya atau menjadi
semakin miskin.
Untuk itu diperlukan program perlindungan
sosial bagi masyarakat miskin dalam bentuk program kompensasi (compensatory
program) yang sifatnya khusus (crash program) atau program jaring
pengaman sosial (social safety net), seiring dengan besarnya beban
subsidi BBM semakin berat dan resiko terjadinya defisit yang harus ditanggung
oleh pemerintah. Selain itu, akibat selisih harga BBM dalam negeri dibanding
dengan luar negeri berakibat memberi peluang peningkatan upaya penyelundupan
BBM ke luar negeri.
Pemerintah memandang perlu mereviu kebijakan tentang subsidi BBM,
sehingga subsidi yang selama ini dinikmati juga oleh golongan masyarakat mampu
dialihkan untuk golongan masyarakat miskin, dari sinilah tercipta kebijakan
yang melahirkan BLT.
Pelaksana
Program Bantuan Langsung Tunai bagi RTS adalah Departemen Sosial selaku Kuasa
Pengguna Anggaran dibantu oleh pihak-pihak terkait yang telah ditetapkan dengan
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Program Bantuan
Langsung Tunai Untuk Rumah Tangga Sasaran.
Tujuan :
1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya.
2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat
kesulitan ekonomi.
3. Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama.
Sasaran :
Penerima
bantuan langsung tunai adalah Rumah Tangga Sasaran sebanyak 19,1 Juta Rumah
Tangga Sasaran hasil pendataan oleh BPS. yang meliputi Rumah Tangga Sangat
Miskin (poorest), Rumah Tangga Miskin (poor) dan Rumah Tangga
Hampir Miskin (near poor) di seluruh wilayah Indonesia.
Dasar Hukum :
Pelaksanaan
Penyaluran Bantuan Langsung Tunai Kepada Rumah Tangga Sasaran didasarkan pada
Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008 tanggal 14 Mei 2008
tentang Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai Untuk Rumah Tangga
Sasaran.
Pengelolaan Kesehatan wilayah DKI
Jakarta
Latar Belakang
Kesehatan merupakan
salah satu urusan wajib pemerintahan yang prioritas utama pembangunan
masyarakat Jakarta. Salah satu prinsip dasar pembangunan kesehatan, antara lain
adalah bahwa semua warga negara berhak mamperoleh derajat kesehatan yang
optimal, agar dapat bekerja produktif dan hidup layak dan bermartabat.
Selanjutnya dinyatakan bahwa Pemerintah dan Masyarakat bersama-sama bertanggung
jawab dalam upaya memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat
tersebut.
Untuk mewujudkannya
maka Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta mengembangkan suatu sistem Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat bagi Keluarga Miskin yang disingkat menjadi
sistem JPK-Gakin yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.
Program JPK-Gakin merupakan Program Prioritas dan masuk kedalam Dedicated
Program, yang dijabarkan secara operasional dalam Rencana Pembangunan
Tahunan Daerah (REPETADA).
Selain masyarakat
miskin dan korban bencana adapula masyarakat yang belum mempunyai jaminan
kesehatan yang perlu dikelola oleh Dinas Kesehatan sehingga diharapkan seluruh
penduduk di Provinsi DKI Jakarta terlindungi oleh jaminan kesehatan.
Sistem JPK-Gakin
merupakan suatu sistem jaminan kesehatan yang menggunakan pendekatan konsep
"Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat" (JPKM) atau dikenal
dengan "Asuransi kesehatan dengan biaya terkendali (Managed Health Care)
dengan Pelayanan yang Efektif melalui Pelayanan Kesehatan yang Berjenjang dan
Tinjauan Pemanfaatan Kesehatan (Utilization Review ).
Sistem jaminan
kesehatan ini telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta
melalui uji coba, tahun 2002 dengan mengembangkan design sistem, tahun 2003
mengembangkan sistem pelayanan dan pembiayaan, tahun 2004 mengembangkan sistem
kepesertaan dan pembiayaan, tahun 2005 tahap finalisasi kepesertaan dan
pelayanan, tahun 2006 finalisasi sistem pembiayaan. Adapun pembiayaan untuk
program tersebut meningkat tiap tahunnya dimulai dari 6 M sampai dengan 500M di
tahun 2010 tentunya disertai peningkatan kepesertaan yang signifikan.
Unit Pengelola (UP)
Jaminan Pemeliharaan Daerah Provinsi DKI Jakarta betugas menyelenggarakan
sistem JPK mulai dari JPK Gakin, PNS, Kurang Mampu (rentan) dan Mampu secara
lebih transparan, rasional, efisien, terukur dan dipercaya oleh masyarakat.
Tujuan
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Sasaran serta dasar pemikiran
Amandemen
tahun 2002 Undang Undang Dasar 1945 pasal 33 dan 34 ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3) mengamanatkan adanya penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, terutama bagi keluarga miskin.
Selanjutnya pasal 17 butir 4 Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional secara jelas menyatakan bahwa iuran program jaminan
sosial bagi fakir miskin dan orang
tidak mampu dibayar oleh pemerintah.
Dasar hukum
Umum
1. UU No.6 Thn 1974 pasal 2 ayat (4) tentang
Jaminan Sosial sebagai wujud dari sekuritas sosial
2. KEPMENSOS RI
No.51 Thn 2003 tentang Program Jaminan Sosial bagi masyarakat rentan
3. UU No.40 Thn
2004 pasal 1 ayat (3) tentang Asuransi Sosial
4. PP 38/2007
Pembagian Peran ⇒ Peran Pemerintah Daerah sebagai Pengelolaan atau
penyelenggaraan,
pembimbing, pengendalian Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Respon PEMDA DKI
JAKARTA terhadap Amandemen Pasal 34 Ayat 2, ttg Jaminan
Sosial Masyarakat Miskin sebagai Tanggung Jawab Pemerintah.
Program JPK
- Per Gub no 55/2007 tentang JPK Gakin,SKTM dan Bencana
- Per Gub no 15/2011 tentang UPT JPK
- Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah
Unsur yang terlibat
Jamkesda
Provinsi DKI Jakarta juga membangun hubungan dengan instansi swasta, salah
satunya yaitu pengelola PT. Askes (PERSERO) dan pengelola asuransi komersial
dalam hal data peserta. Kedepan akan dibuat system informasi jamkesda serta
peningkatan kapasitas SDM.
BAB
II
TANGGAPAN
TENTANG PROGRAM
Menurut
kelompok kami program BLT kurang baik untuk masyarakat karena Bantuan Langsung
Tunai kepada Rumah Tangga Sasaran bersifat charity dan menimbulkan
budaya malas, ketergantungan, dan meminta-minta belas kasihan Pemerintah serta
secara ekonomi mikro menumbuhkan budaya konsumtif sesaat, karena penggunaan
uang tidak diarahkan oleh
Pemerintah
(unconditional cash transfer) karena menghadapi masyarakat miskin
selayaknya tidak dengan program yang sifatnya hit and run,
harus dengan program yang mampu memenuhi kebutuhan dasar secara berkelanjutan
dan mendorong mereka untuk mendayagunakan potensi dan sumber yang
dimilikinya (empowering). Program empowering tersebut bisa
seperti pelatihan untuk mendirikan usaha kecil dan pemeberian modal, serta
pemantauan secara berkala sampai usaha tersebut berkembang.
Untuk program raskin kami lebih menyoroti pada
kenyataan dari penerapan program tersebut. Dikarenakan perencaan dan
pengelolaan keorganisasian dalam program tersebut sudah sangat baik. Dalam
kenyataanya ditemukan bahwa raskin tidak tidak disalurkan tepat sasaran seperti
contoh yang terjadi di RT 03, Kampung Gudang, Bogor. Disana masih sering terjadi
kongkalikong antara aparat dan warga,
sehingga terjadi penjatahan yang dibuat sesuai keinginan aparat dari hasil
pesanan warga yang imbasnya rumah tangga yang benar – benar membutuhkan tidak
kebagian jatah raskin tersebut. Intinya diperlukan pengawasan yang ketat dan
langsung dari pusat pada setiap tim koordinasi dan tim perencana sampai raskin
diterima oleh RTS.
Dan untuk progeram pengelolaan Kesehatan DKI Jakarta
kami kesehatan DKI Jakarta menurut kami sudah memiliki tata pengelolaan dan
tujuan yang baik serta berpihak kepada pemeliharaan kesehatan rakyat miskin.
Namun dilain pihak, menurut kami masuh ada kekuranga dalam pelaksanaannya.
Yaitu, waktu pelaksanaan yang belum ter manage dengan baik. Karena waktu
pelaksanaan sangat diperlukan dalam membuat sebuah perencanaan untuk mencapai
target atau misi yang ingin kita capai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar